Senin, 07 Desember 2009

klasifikasi tumbuhan

Nusa Indah
Mussaenda philippica L.
Nama umum
Indonesia:Nusa indah
Mussaenda philippica
Nusa Indah

Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Asteridae
Ordo: Rubiales
Famili: Rubiaceae (suku kopi-kopian)
Genus: Mussaenda
Spesies: Mussaenda philippica L.

Kerabat Dekat
Daun Putri


Jarak (tumbuhan)


?Jarak
Castor bean in distubred area.jpg
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Filum: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Malpighiales
Famili: Euphorbiaceae
Upafamili: Acalyphoideae
Bangsa: Acalypheae
Upabangsa: Ricininae
Genus: Ricinus
Spesies: R. communis
Nama binomial
Ricinus communis
L.
Jarak

Jarak (Ricinus communis) adalah tumbuhan liar setahun (annual) dan biasa terdapat di hutan, tanah kosong, di daerah pantai, namun sering juga dikembangbiakkan dalam perkebunan. Tanaman ini tergolong tanaman perdu, memiliki daun tunggal menjari antara 7 - 9, berdiameter 10-40 cm. Tumbuhan ini merupakan spesies tanaman dari Euphorbiaceae dan tergolong ke dalam genus Ricinus, subtribe Ricininae.

Sebutan untuk pohon Jarak di Indonesia berbeda beda disetiap daerah. Di Sumatera, Jarak dikenal dengan nama Dulang ada juga yang menyebutnya dengan Gloah. Di Madura, Jarak disebut dengan Kalek.

Ciri-ciri batang, daun, dan buah

Jarak memiliki batang berbentuk bulat licin, berongga, berbuku-buku jelas dengan tanda bekas tangkai daun yang lepas. Warna tumbuhan hijau bersemburat merah, sedangkan daunnya tumbuh berseling berbentuk bulat dan ujungnya sedikit runcing. Biasanya daun jarak berwarna hijau tua pada permukaan atas dan hijau muda pada bagian permukaan bawah. Buahnya berbentuk bulat dan berkumpul pada tandan, namun ada juga yang bentuknya sedikit lonjong - yang dapat ditemukan pada tumbuhan jarak di daerah Bali.[1]

Manfaat

Biji, akar, daun dan minyak dari bijinya bisa dimanfaatkan untuk kesehatan. Biji jarak yang dibuang kulitnya dan dilumatkan hingga menjadi serbuk dapat ditempel ke tubuh sebagai obat korengan, sedangkan minyak yang diambil dari bijinya bisa diminum untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan orang dewasa. Daunnya berkhasiat untuk menyembuhkan batuk dan sesak nafas. Akarnya dapat dimanfaatkan untuk menjaga stamina tubuh[2].

Tanaman ini merupakan sumber minyak jarak, dan mengandung zat ricin, sejenis racun. Jarak pohon merupakan satu-satunya tumbuhan yang bijinya kaya akan suatu asam lemak hidroksi, yaitu asam ricinoleat. Kehadiran asam lemak ini membuat minyak biji jarak memiliki kekentalan yang stabil pada suhu tinggi sehingga minyak jarak dipakai sebagai campuran pelumas.

Lamtoro

?Lamtoro
Leucaena leucocephala.jpg
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Fabales
Famili: Fabaceae
Upafamili: Mimosoideae
Genus: Leucaena
Spesies: L. leucocephala
Nama binomial
Leucaena leucocephala
(Lamk.) de Wit
Sinonim
  • Leucaena glauca, (Linn.) Benth
  • Mimosa glauca, Linn.
  • Acacia glauca, Willd.

Lamtoro, petai cina, atau petai selong adalah sejenis perdu dari suku Fabaceae (=Leguminosae, polong-polongan), yang kerap digunakan dalam penghijauan lahan atau pencegahan erosi. Berasal dari Amerika tropis, tumbuhan ini sudah ratusan tahun dimasukkan ke Jawa untuk kepentingan pertanian dan kehutanan[1], dan kemudian menyebar pula ke pulau-pulau yang lain di Indonesia. Oleh sebab itu agaknya, maka tanaman ini di Malaysia dinamai petai jawa.

Tumbuhan ini dikenal pula dengan aneka sebutan yang lain seperti pĕlĕnding, peuteuy sélong (Sd.); kemlandingan, mètir, lamtoro dan lamtoro gung (=lamtoro besar; untuk varietas yang bertubuh lebih besar) (Jw.); serta kalandhingan (Md.).[1] Nama-namanya dalam pelbagai bahasa asing, di antaranya: petai belalang, petai jawa (Mly.); lamandro (PNG); ipil-ipil, elena, kariskis (Fil.); krathin (Thai); leucaena, white leadtree (Ingg.); dan leucaene, faux mimosa (Prc.).[2] Nama ilmiahnya, Leucaena leucocephala (='lamtoro berkepala putih') mengacu kepada bongkol-bongkol bunganya yang berwarna keputihan.[3]


Pengenalan

Bunga, polong dan daun-daun lamtoro. India.
Polong yang mengering.

Pohon atau perdu, tinggi hingga 20m; meski kebanyakan hanya sekitar 10m. Percabangan rendah, banyak, dengan pepagan kecoklatan atau keabu-abuan, berbintil-bintil dan berlentisel. Ranting-ranting bulat torak, dengan ujung yang berambut rapat.[2]

Daun majemuk menyirip rangkap, sirip 3—10 pasang, kebanyakan dengan kelenjar pada poros daun tepat sebelum pangkal sirip terbawah; daun penumpu kecil, segitiga. Anak daun tiap sirip 5—20 pasang, berhadapan, bentuk garis memanjang, 6—16(—21) mm × 1—2(—5) mm, dengan ujung runcing dan pangkal miring (tidak sama), permukaannya berambut halus dan tepinya berjumbai.[2][4]

Bunga majemuk berupa bongkol bertangkai panjang yang berkumpul dalam malai berisi 2-6 bongkol; tiap-tiap bongkol tersusun dari 100-180 kuntum bunga, membentuk bola berwarna putih atau kekuningan berdiameter 12—21 mm, di atas tangkai sepanjang 2—5 cm.[3] Bunga kecil-kecil, berbilangan—5; tabung kelopak bentuk lonceng bergigi pendek, lk 3 mm; mahkota bentuk solet, lk. 5 mm, lepas-lepas. Benangsari 10 helai, lk 1 cm, lepas-lepas.[4]

Buah polong bentuk pita lurus, pipih dan tipis, 14—26 cm × 1.5—2 cm, dengan sekat-sekat di antara biji, hijau dan akhirnya coklat kering jika masak, memecah sendiri sepanjang kampuhnya. Berisi 15—30 biji yang terletak melintang dalam polongan, bundar telur terbalik, coklat tua mengkilap, 6—10 mm × 3—4.5 mm.[2][4]

Asal-usul, anak jenis dan persebaran

Tanah asli lamtoro adalah Meksiko dan Amerika Tengah, di mana tanaman ini tumbuh menyebar luas. Penjajah Spanyol membawa biji-bijinya dari sana ke Filipina di akhir abad XVI. dan dari tempat ini mulailah lamtoro menyebar luas ke pelbagai bagian dunia; ditanam sebagai peneduh tanaman kopi, penghasil kayu bakar, serta sumber pakan ternak yang lekas tumbuh.[5]

Lamtoro mudah beradaptasi, dan segera saja tanaman ini menjadi liar di berbagai daerah tropis di Asia dan Afrika; termasuk pula di Indonesia. Ada tiga anak jenis (subspesies)nya, yakni:[3]

  • Leucaena leucocephala ssp. leucocephala; ialah anak jenis yang disebar luaskan oleh bangsa Spanyol di atas. Di Jawa dikenal sebagai lamtoro atau petai cina ‘lokal’, berbatang pendek sekitar 5 m tingginya dan pucuk rantingnya berambut lebat.
  • ssp. glabrata (Rose) S. Zárate. Dikenal sebagai lamtoro gung, tanaman ini berukuran besar segala-galanya (pohon, daun, bunga, buah) dibandingkan anak jenis yang pertama. Lamtoro gung baru menyebar luas di dunia dalam beberapa dekade terakhir. Serta,
  • ssp. ixtahuacana C. E. Hughes; yang menyebar terbatas di Meksiko dan Guatemala.

Pemanfaatan

Sejak lama lamtoro telah dimanfaatkan sebagai pohon peneduh, pencegah erosi, sumber kayu bakar dan pakan ternak. Di tanah-tanah yang cukup subur, lamtoro tumbuh dengan cepat dan dapat mencapai ukuran dewasanya (tinggi 13—18 m) dalam waktu 3 sampai 5 tahun. Tegakan yang padat (lebih dari 5000 pohon/ha) mampu menghasilkan riap kayu sebesar 20 hingga 60 m³ perhektare pertahun. Pohon yang ditanam sendirian dapat tumbuh mencapai gemang 50 cm.[5]

Lamtoro adalah salah satu jenis polong-polongan serbaguna yang paling banyak ditanam dalam pola pertanaman campuran (wanatani). Pohon ini sering ditanam dalam jalur-jalur berjarak 3—10 m, di antara larikan-larikan tanaman pokok. Kegunaan lainnya adalah sebagai pagar hidup, sekat api, penahan angin, jalur hijau, rambatan hidup bagi tanaman-tanaman yang melilit seperti lada, panili, markisa dan gadung, serta pohon penaung di perkebunan kopi dan kakao.[2][6] Di hutan-hutan tanaman jati yang dikelola Perhutani di Jawa, lamtoro kerap ditanam sebagai tanaman sela untuk mengendalikan hanyutan tanah (erosi) dan meningkatkan kesuburan tanah.[7] Perakaran lamtoro memiliki nodul-nodul akar tempat mengikat nitrogen.

Kayu

Batang lamtoro. India.

Lamtoro terutama disukai sebagai penghasil kayu api. Kayu lamtoro memiliki nilai kalori sebesar 19.250 kJ/kg, terbakar dengan lambat serta menghasilkan sedikit asap dan abu. Arang kayu lamtoro berkualitas sangat baik, dengan nilai kalori 48.400 kJ/kg.[2][5]

Kayunya termasuk padat untuk ukuran pohon yang lekas tumbuh (kepadatan 500—600 kg/m³) dan kadar air kayu basah antara 30—50%, bergantung pada umurnya. Lamtoro cukup mudah dikeringkan dengan hasil yang baik, dan mudah dikerjakan. Sayangnya kayu ini jarang yang memiliki ukuran besar; batang bebas cabang umumnya pendek dan banyak mata kayu, karena pohon ini banyak bercabang-cabang. Kayu terasnya berwarna coklat kemerahan atau keemasan, bertekstur sedang, cukup keras dan kuat sebagai kayu perkakas, mebel, tiang atau penutup lantai. Kayu lamtoro tidak tahan serangan rayap dan agak lekas membusuk apabila digunakan di luar ruangan, akan tetapi mudah menyerap bahan pengawet.[2][3][5]

Lamtoro juga merupakan penghasil pulp (bubur kayu) yang baik, yang cocok untuk produksi kertas atau rayon.[3] Kayunya menghasilkan 50—52% pulp, dengan kadar lignin rendah dan serat kayu sepanjang 1,1—1,3 mm. Kualitas kertas yang didapat termasuk baik.[2]

Daun

Lukisan menurut Blanco

Daun-daun dan ranting muda lamtoro merupakan pakan ternak dan sumber protein yang baik, khususnya bagi ruminansia. Daun-daun ini memiliki tingkat ketercernaan 60 hingga 70% pada ruminansia, tertinggi di antara jenis-jenis polong-polongan dan hijauan pakan ternak tropis lainnya. Lamtoro yang ditanam cukup rapat dan dikelola dengan baik dapat menghasilkan hijauan dalam jumlah yang tinggi. Namun pertanaman campuran lamtoro (jarak tanam 5—8 m) dengan rumput yang ditanam di antaranya, akan memberikan hasil paling ekonomis.[5]

Ternak sapi dan kambing menghasilkan pertambahan bobot yang baik dengan komposisi hijauan pakan berupa campuran rumput dan 20—30% lamtoro.[5] Meskipun semua ternak menyukai lamtoro, akan tetapi kandungan yang tinggi dari mimosin dapat menyebabkan kerontokan rambut pada ternak non-ruminansia. Mimosin, sejenis asam amino, terkandung pada daun-daun dan biji lamtoro hingga sebesar 4% berat kering.[8] Pada ruminansia, mimosin ini diuraikan di dalam lambungnya oleh sejenis bakteria, Synergistes jonesii. Pemanasan dan pemberian garam besi-belerang pun dapat mengurangi toksisitas mimosin.[5]

Di Jawa, pucuk dan polong yang muda biasa dilalap mentah. Biji-bijinya yang tua disangrai sebagai pengganti kopi, dengan bau harum yang lebih keras dari kopi.[1] Biji-biji yang sudah cukup tua, tetapi belum menghitam, biasa digunakan sebagai campuran pecal dan botok.

Daun-daunnya juga kerap digunakan sebagai mulsa dan pupuk hijau. Daun-daun lamtoro lekas mengalami dekomposisi.

Ekologi dan perbanyakan

Lamtoro menyukai iklim tropis yang hangat (suhu harian 25-30°C); ketinggian di atas 1000 m dpl. dapat menghambat pertumbuhannya. Tanaman ini cukup tahan kekeringan, tumbuh baik di wilayah dengan kisaran curah hujan antara 650—3.000 mm (optimal 800—1.500 mm) pertahun; akan tetapi termasuk tidak tahan penggenangan.[6]

Tanaman lamtoro mudah diperbanyak dengan biji dan dengan pemindahan anakan. Saking mudahnya tumbuh, di banyak tempat lamtoro seringkali merajalela menjadi gulma. Tanaman ini pun mudah trubus; setelah dipangkas, ditebang atau dibakar, tunas-tunasnya akan tumbuh kembali dalam jumlah banyak.[3][9]

Tidak banyak hama yang menyerang tanaman ini, akan tetapi lamtoro teristimewa rentan terhadap serangan hama kutu loncat (Heteropsylla cubana). Serangan hama ini di Indonesia di akhir tahun 1980an, telah mengakibatkan habisnya jenis lamtoro ‘lokal’ di banyak tempat.[5]

Kemuning
Murraya paniculata L. Jack
Sinonim
Chalcas exotica (L.) Millsp
Chalcas paniculata L.
Murraya exotica L.


Nama umum
Indonesia:Kemuning, kamuning (Sunda), sukik
Inggris:Orange jessamine
Cina:Jiu li xiang, yueh chu
Murraya paniculata
Kemuning

Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Rosidae
Ordo: Sapindales
Famili: Rutaceae (suku jeruk-jerukan)
Genus: Murraya
Spesies: Murraya paniculata L. Jack

Kerabat Dekat
Salam Koja


embang Merak
Caesalpinia pulcherrima (L.) Swartz
Nama umum
Indonesia:Kembang merak, merakan (Jawa), patra kembala (Sunda), perak kegel (Madura), bunga kacang (Manado)
Inggris:peacock flower
Cina:siak tiek hua
Caesalpinia pulcherrima
Kembang Merak

Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Rosidae
Ordo: Fabales
Famili: Caesalpiniaceae
Genus: Caesalpinia
Spesies: Caesalpinia pulcherrima (L.) Swartz

Caesalpinia pulcherima
(Bunga Merak)

Tanda –tanda Penting Tumbuhan Caesalpinia pulcherima (Bunga Merak)
 Habitus

Berupa Tumbuhan berkayu dengan habitus berupa pohon, dan tinggi mencapai 2 – 4 m.
 Akar
Sistem perakaran pada Caesalpinia pulcherima adalah sistem akar tunggang, akar berbentuk bulat,dan berwarna coklat.
 Batang
Batang dari Caesalpinia pulcherima bercabangarah pertumbuhanya tegak lurus dengan pola percabangan menggarpu (simpodial) bentuk batang bulat (teres) dan pada kulit batang terdapat duri.
 Daun
Daun dari Caesalpinia pulcherima merupakan daun majemuk menyirip genap (paripinatus), anak daun bersirip 4-12 pasang, bentuk helaian daun bulat telur (ovatus), ujung dan pangkal membulat, tepi daun rata (integer), panjang helaian daun 1-3 cm, lebar 5-15 mm, pertulangan menyirip (penninervis) terdapat sendi daun (pulvinus) dan terdapat daun penumpu (stipula).

 Bunga

Merupakan bunga majemuk dengan karangan bunga berbentuk tandan (racemus) dan termasuk kedalam bunga bisexualis. Perhiasan bunga berupa corolla dan calyx. Calyx terdiri dari 5 sepal yang lepas. Corolla berbentuk kupu-kupu terdiri dari 5 petal yang saling lepas, 1 petal yang besar disebut bendera atau vexilum, 2 sayap atau ala, 2 tunas atau carina satu sama lain terpisah warnanya putih. Benang sari atau stamen jumlahnya 10, 9 bersatu dan 1 buah lepas (diadelpus) semuanya sama panjang. Putik atau pistilum berjumlah 1 dengan letak ovarium superum terdiri dari 1 loculus dan 1 carpelum, jumlah ovulum bisa 1 sampai banyak ovulum dengan letak ovulum parietalis.

 Biji
biji dari Caesalpinia pulcherima berkeping dua.
 Buah
Termasuk kedalan buah Polong (legumen), panjang 6-12 cm, pipih,dan berwarna hitam.

Putri Malu
Mimosa pudica Duchass. & Walp
Nama umum
Indonesia:Putri malu, si kejut, riyud,
Inggris:shame plant, puahilahila
Cina:han xiu cao
Mimosa pudica
Putri Malu

Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Rosidae
Ordo: Fabales
Famili: Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus: Mimosa
Spesies: Mimosa pudica Duchass. & Walp

Putri malu

?Mimosa pudica
(Mimosa pudica)Daun yang perlahan menguncup karena tiupan angin
(Mimosa pudica)
Daun yang perlahan menguncup karena tiupan angin
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Fabales
Famili: Fabaceae
Upafamili: Mimosoideae
Genus: Mimosa
Spesies: M. pudica
Nama binomial
Mimosa pudica
L.

Putri malu atau dalam bahasa ilmiah Mimosa pudica L. adalah tumbuhan dengan ciri daun yang menutup dengan sendirinya saat disentuh dan membuka kembali setelah beberapa lama. Tanaman berduri ini termasuk dalam klasifikasi tanaman berbiji tertutup (angiospermae) dan terdapat pada kelompok tumbuhan berkeping dua atau dikotil. Tumbuhan berdaun majemuk menyirip dan daun bertepi rata ini memiliki letak daun yang behadapan serta termasuk dalam suku polong-polongan.

Tanaman ini memiliki banyak sekali nama lain sesuai sifatnya tersebut. Di antaranya makahiya (Filipina, berarti malu), Mori Vivi (West Indies), nidikumba (Sinhala, berarti tidur), mate-loi (Tonga, berarti pura-pura mati) . Dalam bahasa Cina tanaman ini berarti rumput pemalu. Pudica sendiri dalam bahasa latin berarti for malu atau menciut.

Gerak tumbuhan

Keunikan dari tanaman ini adalah bila daunnya disentuh, ditiup, atau dipanaskan akan segera "menutup". Hal ini disebabkan oleh terjadinya perubahan tekanan turgor pada tulang daun. Rangsang tersebut juga bisa dirasakan daun lain yang tidak ikut tersentuh.

Gerak ini disebut seismonasti, yang walaupun dipengaruhi rangsang sentuhan (tigmonasti), sebagai contoh, gerakan tigmonasti daun putri malu tidak peduli darimana arah datangnya sentuhan.

Tanaman ini juga menguncup saat matahari terbenam dan merekah kembali setelah matahari terbit.

Tanaman putri malu menutup daunnya untuk melindungi diri dari hewan pemakan tumbuhan (herbivora) yang ingin memakannya. Warna daun bagian bawah tanaman putri malu berwarna lebih pucat, dengan menunjukkan warna yang pucat, hewan yang tadinya ingin memakan tumbuhan ini akan berpikir bahwa tumbuhan tersebut telah layu dan menjadi tidak berminat lagi untuk memakannya.


Mimosa pudica L.(putri malu-maluin..heheh..)


Sinonim : Mimosa asperata Blanco

Nama lain :

Minangkabau : rebah bangun

Manado : daun kaget – kaget

Jawa : kucingan

Taxonomi

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Classis : Dicotyledonae

Ordo : Rosales

Familia : Mimosaceae

Genus : Mimosa

Spesies : Mimosa pudica L.

Putri malu merupakan herba memanjat atau berbaring atau setengah perdu dengan tinggi antara 0,3 – 1,5 m.Putri malu tumbuh liar di pinggir jalan, tempat – tempat terbuka yang terkena sinar matahari. Tumbuhan asli Amerika tropis ini dapat ditemukan pada ketinggian 1 – 1200 m dpl.

DESKRIPSI MORFOLOGI :

  1. Daun

Daun berupa daun majemuk menyirip ganda dua yang sempurna. Jumlah anak daun setiap sirip 5 – 26 pasang. Helaian anak daun berbentuk memanjang sampai lanset, ujung runcing, pangkal membundar, tepi rata, permukaan atas dan bawah licin, panjang 6 – 16 mm, lebar 1 – 3 mm, berwarna hijau, umumnya tepi daun berwarna ungu. Jika daun tersentuh akan melipatkan diri, menyirip rangkap. Sirip terkumpul rapat dengan panjang 4 – 5, 5 cm.

  1. Batang

Batang bulat, berambut, dan berduri tempel. Batang dengan rambut sikat yang mengarah miring ke bawah.

  1. Akar

Akar berupa akar pena yang kuat.

  1. Bunga

Bunga berbentuk bulat seperti bola, bertangkai, berwarna ungu/merah. Kelopak sangat kecil, bergigi 4, seperti selaput putih. Tabung mahkota kecil, bertaju 4, seperti selaput putih.

  1. Buah

Buah berbentuk polong, pipih, seperti garis.

  1. Biji

Biji bulat dan pipih.

8 komentar: